Sabtu, 11 Februari 2012

SOERABAJA


Sejarah Kota


Surabaya Kota Lama


Nama Surabaya muncul sejak awal pertumbuhan kerajaan Majapahit. Nama Surabaya diambil dari simbol ikan Sura dan Buaya. Simbol itu sesungguhnya untuk menggambarkan peristiwa heroik yang terjadi di kawasan Ujung Galuh (nama daerah Surabaya di masa silam), yakni pertempuran antara tentara yang dipimpin Raden Widjaja dengan pasukan tentara Tar Tar pada tanggal 31 Mei 1293. Tanggal itulah yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya Kota Surabaya.

Jl. Panggung Kembang Jepun
Awalnya Surabaya adalah kawasan perkampungan atau pedesaan di pinggiran sungai. Nama-nama kampung yang kini masih ada seperti Kaliasin, Kaliwaron, Kalidami, Ketabangkali, Kalikepiting, Darmokali, dan sebagainya adalah bukti yang menjelaskan bahwa kawasan Surabaya adalah kawasan yang memiliki banyak aliran air / sungai. Secara geografis ini sangat masuk akal, karena memang kawasan Surabaya merupakan kawasan yang berada di dekat laut dan aliran sungai besar (Brantas, dengan anak kalinya).

Lokasi Surabaya yang berada di pinggir pantai, merupakan wilayah yang menjadi lintasan hilir mudik manusia dari berbagai wilayah. Surabaya, menjadi pertemuan antara orang pedalaman pulau Jawa dengan orang dari luar. Pada tahun 1612 Surabaya sudah merupakan bandar perdagangan yang ramai. Peranan Surabaya sebagai kota pelabuhan sangat penting sejak lama. Saat itu sungai Kalimas merupakan sungai yang dipenuhi perahu-perahu yang berlayar menuju pelosok Surabaya.

Banyak pedagang Portugis membeli rempah-rempah dari pedagang pribumi. Di bawah kekuasaan Trunojoyo, Surabaya menjadi pelabuhan transit dan tempat penimbunan barang-barang dari daerah subur, yaitu delta Brantas. Sementara, Kalimas menjadi “sungai emas” yang membawa barang-barang berharga dari pedalaman.
Kota Surabaya juga sangat berkaitan dengan revolusi kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak penjajahan Belanda maupun Jepang, rakyat Surabaya (Arek Suroboyo) bertempur habis-habisan untuk merebut kemerdekaan. Puncaknya pada tanggal 10 Nopember 1945, Arek Suroboyo berhasil menduduki Hotel Oranye (sekarang Hotel Mojopahit) yang saat itu menjadi simbol kolonialisme. Karena kegigihannya itu, maka setiap Tanggal 10 Nopember, Indonesia memperingatinya sebagai Hari Pahlawan. Hingga saat ini bekas-bekas masa penjajahan terlihat dengan masih cukup banyaknya bangunan kuno bersejarah di sini.

Sejarah Kota Surabaya Per Periode
Periode 1300
Periode 1600
Periode 1900
Periode Penjajahan Jepang
Periode Perang Kemerdekaan


Periode 1300 (Periode Majapahit / Hindu)

Menurut hipotesis Von Faber, Surabaya didirikan tahun 1275 M oleh Raja Kertanegara sebagai tempat pemukiman baru bagi prajuritnya yang berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan tahun 1270 M. Hipotesis yang lain mengatakan bahwa Surabaya dulu bernama Ujung Galuh.

Pada tanggal 31 Mei 1293 Raden Wijaya (Pendiri Kerajaan Majapahit) dengan keberanian dan semangat dan jiwa kepahlawanan berhasil menghancurkan dan mengusir tentara Tar-Tar, pasukan kaisar Mongolia dari bumi Majapahit. Tentara Tar-Tar meninggalkan Majapahit melalui Ujung galuh, sebuah desa yang terletak di ujung utara Utara Surabaya, di muara Kali Mas.

Dalam prasasti Trowulan I, berangka 1358 M terungkap bahwa Surabaya (churabhaya) masih berupa desa ditepian sungai Brantas sebagai salah satu tempat penyeberangan penting sepanjang sungai Brantas.

Dari tahun 1483-1542 Surabaya merupakan bagian dari wilayah kerajaan Demak. Sesudah itu kurang lebih 30 tahun Surabaya ada di bawah kekuasaan supremasi Madura. dan antara 1570 sampai 1587 Surabaya ada di bawah dinasti Pajang.

Pada tahun 1596, orang Belanda pertama kali datang ke Jawa Timur di bawah pimpinan Cornelis Houtman.


Periode 1600 (Periode Islam)
Pada tahun 1612 Surabaya sudah merupakan bandar perdagangan yang ramai. Banyak pedagang Portugis membeli rempah-rempah dari pedagang pribumi. Pedagang pribumi membeli rempah-rempah secara sembunyi-sembunyi dari Banda, meskipun telah ada persetujuan dengan VOC yang melarang orang-orang Banda berdagang untuk kepentingannya sendiri.

Setelah tahun 1625 Surabaya jatuh ke tangan kerajaan Mataram. Setelah takluk dari kerajaan Mataram, tahun 1967 Surabaya mengalami kekacauan akibat serangan para bajak laut yang berasal dari Makasar. Pada saat keadaan tidak menentu inilah muncul nama Trunojoyo, seorang pangeran dari Mataram dari suku Madura, yang memberontak terhadap Raja Mataram. Dengan pertolongan orang-orang Makasar Trunojoyo berhasil menguasai Madura dan Surabaya. Di bawah kekuasaan Trunojoyo, Surabaya menjadi pelabuhan transit dan tempat penimbunan barang-barang dari daerah subur, yaitu delta Brantas. Kalimas menjadi "sungai emas" yang membawa barang-barang berharga dari pedalaman. Dengan alasan ingin membantu Mataram, pada tahun 1677 Kompeni mengirim Cornelis Speelman yang dilengkapi dengan angkatan perang yang besar ke Surabaya. Benteng Trunojoyo akhirnya dapat dikuasai Speelman. Kemudian Gubernur Jenderal Couper mengembalikan Surabaya kepada Mataram.

Pada abad 18, tahun 1706, Surabaya menjadi ajang pertempuran antara Kompeni dibawah pimpinan Govert Knol dan Untung Surapati. Setelah peperangan terus menerus, tanggal 11 Nopember 1743 Paku Buwono II dari kerajaan Mataram dan Gubernur Jenderal Van Imhoff di Surakarta menandatangani sebuah persetujuan yang menyatakan bahwa ia menyerahkan haknya atas pantai utara Pulau Jawa dan Madura(termasuk diantaranya diSurabaya) kepada pihak VOC yang telah memberikan bantuan hingga ia berhasil naik tahta di kerajaan Mataram.Tetapi pasukan Hindia Belanda baru mengunjungi Surabaya pada tanggal 11 April 1746. VOC mendirikan struktur pemerintahan baru di daerah pantai utara Pulau Jawa dan Madura dengan kedudukan gubernur di Semarang. Di Surabaya diangkat seorang Gezaghebber in den Oostthoek (Penguasa Bagian Timur Pulau Jawa).

Antara Tahun 1794-1798 Penguasa Bagian Timur Pulau Jawa adalah Dirk van Hogendorp. Pada tanggal 6 September 1799, Fredrick Jacob Rothenbuhler menggantikan Van Hogendorp berkuasa sampai tahun 1809. Pada tahun 1807 Surabaya mendapat Serangan dari angkatan laut Inggris di bawah pimpinan Admiral Pillow yang akhirnya meninggalkan Surabaya.

Setelah kebangkrutan VOC, Hindia Belanda diserahkan kepada pemerintah Belanda. Tahun 1808-1811 Surabaya di bawah pemerintahan langsung Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels yang menjadikan Surabaya sebagai kota Eropa kecil. Surabaya dibangun menjadi kota dagang sekaligus kota benteng. Tahun 1811-1816 Surabaya berada dibawah kekuasaan Inggris yang dijabat oleh Raffles. Tahun 1813 Surabaya menjadi sebuah kota yang dapat dibanggakan, sampai-sampai William Thorn dalam buku Memoir of Conguest of Java berpendapat bahwa Kota Gresik (pada masa sebelumnya menjadi kota pelabuhan yang ramai) sudah menjadi kuno bila dibandingkan dengan Surabaya.

Setelah itu Surabaya kembali dikuasai Belanda. Tahun 1830-1850, Surabaya betul-betul berbentuk sebagai kota benteng dengan benteng Prins Hendrik ada di muara Kalimas. Pada tahun 1870, Surabaya terus berkembang ke selatan menjadi kota modern.


Periode 1900
Tanggal 1 April 1906 Surabaya ditetapkan sebagai kotamadya (gemeente) berdasarkan peraturan 1 Maret 1906. Sejak saat itu semua pemerintahan dijalankan oleh Dewan Kota (Gemeente Raad), dibawah pimpinan Asisten Residen AR. Lutter yang merangkap sebagai walikota sementara.


Periode Penjajahan Jepang
Pada tahun 1942 sampai tahun 1945, kota Surabaya ada dibawah penguasaan Jepang. Pada masa penjajahan Jepang selama 3 tahun tersebut, keadaan kota boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan sama sekali..


Periode Perang Kemerdekaan
Proklamasi 17 Agustus 1945 membakar semangat arek-arek Surabaya untuk melawan penjajah, hingga terjadilah Surabaya Inferno yang mengguggah bangsa tertindas bangkit melawan penjajah.

Pada hari Senin, 3 September 1945 Residen Soedirman memproklamasikan Pemerintahan RI di Jawa Timur dan di sambut aksi pengibaran bendera di seluruh pelosok Surabaya. Pesawat terbang Belanda menyebarkan pamflet pengumuman bahwa Sekutu/Belanda akan mendarat di Surabaya yang menyebabkan orang Belanda dengan sombong mengirbakan bendera Belanda di Orange Hotel pada tanggal 19 September 1945, hal ini menimbulkan kemarahan arek-arek Suroboyo sehingga terjadilah insiden berdarah dengan terbuhuhnya Mr. Ploegman. Merah putih biru dirobek birunya dan berkibarlah Sang Merah Putih dengan megahnya di angkasa.

Tanggal 25 Oktober 1945 tentara Inggris mendarat di Surabaya, brigade ke-49 dengan kekuatan 6.000 serdadu dipimpin Brig. Jend. A.W.S. Mallaby, pasukan berpengalaman dari kancah perang dunia yang terdiri dari pasukan Gurkha dan Nepal dari India Utara. Esok harinya tanggal 26-27 Oktober 1945 beberapa pesawat Inggris menjatuhkan selebaran yang memerintahkan agar penduduk Surabaya dan Jawa Timur menyerahkan senjata. Tanggal 28 Oktober 1945 terjadilah insiden di seluruh pelosok kota.

Puncaknya tanggal 30-31 Oktober 1945 tentara Inggris meninggalkan Gedung Internatio Brig. Mallaby meninggal, mobilnya meledak terbakar. Tanggal 9 Nopember 1945 ultimatum yang ditandatangani oleh May. Jend. E.S. Masergh Panglima Divisi Tentara Sekutu di Jawa Timur, minta rakyat menyerahkan senjata tanpa syarat sebelum jam 18.00 dan apabila tidak melaksanakan sampai jam 06.00 tanggal 10 Nopember 1945 pagi akan ditindak dengan kekuatan militer Angkatan darat, Laut dan Udara.

Berturut-turut pada jam 21.00 & 23.00 setelah lewat Pemerintah Pusat di Jakarta tidak berhasil merubah pendirian Pimpinan Tentara Inggris untuk mencabut ultimatumnya. Gubernur Soerjo berpidato yang merupakan penegasan, "Lebih baik hancur daripada dijajah kembali" . Tanggal 10 Nopember 1945, terjadi pertempuran dahsyat di pelosok kota, perlawanan massal rakyat Surabaya melawan tentara Sekutu, sehingga korban berjatuhan di mana-mana, selama 18 hari Surabaya bagaikan neraka. Dengan hancurnya kubu laskar rakyat di Gunungsari pada tanggal 28 Nopember 1945 menyebabkan sementara seluruh Kota Surabaya jatuh ke tangan Sekutu.

Mengenang kepahlawanan arek-arek Surabaya yang berjuang dengan gagah berani sampai titik darah penghabisan, demi kedaulatan dan tegaknya cita-cita bangsa Indonesia maka dibangun Monumen Tugu Pahlawan yang diresmikan tanggal 10 Nopember 1962 oleh Presiden RI.

Selain itu juga dibangun Monumen Bambu Runcing untuk mengenang semangat arek-arek Suroboyo yang dengan gagah berani melawan penjajah dengan senjata seadanya walaupun hanya dengan sebilah bambu yang ujungnya diruncingkan


sumber :
* Surabaya Now And Future, 2003
* Handinoto, Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-1940, Andi, Yogyakarta, 1996
* http://www.surabaya.go.id

Minggu, 28 November 2010

Letusan-letusan Vulkanik Saat Bulan Purnama

Letusan-letusan Vulkanik Saat Bulan Purnama
Beberapa gunung berapi meletus saat bulan purnama. Di antaranya Tambora & Krakakatau
Jum'at, 26 November 2010, 14:23 WIB
Indra Da
rmawan
Anak Gunung Krakatau (volcano.si.edu)
BERITA TERKAIT

* Letusan Gunung Terdahsyat Sepanjang Sejarah
* Asap Tebal, Warga Gunung Sinabung Cemas Lagi
* Empat Hari Lalu, Karo Diguncang Gempa
* Pengungsi Gunung Sinabung Kembali ke Desa
* Ada Kemiripan Gunung Sinabung dan Krakatau

VAnews - Kaitan bulan purnama dengan gempa dan aktivitas gunung berapi memang memicu silang pendapat. Sebagian orang berpendapat bahwa kejadian gempa dan gunung meletus bertepatan dengan bulan purnama, cuma sekadar kebetulan.

Bagaimanapun juga, beberapa studi telah dilakukan oleh para ilmuwan yang menemukan relasi yang kuat antara bulan purnama dengan meningkatnya aktivitas gunung berapi.

Dari ulasan yang dibuat Badan survei geologi Amerika Serikat USGS, sepasang peneliti bumi pernah membandingkan catatan 680 letusan gunung berapi yang terjadi sejak tahun 1900.

Mereka menyimpulkan, "Kemungkinan terjadinya letusan gunung berapi pada waktu pasang maksimum lebih besar." Dengan kata lain, kemungkinan gunung berapi akan meletus lebih besar saat bulan purnama.

Penelitian terhadap 52 letusan gunung berapi di Hawaii sejak Januari 1832 menunjukkan pola yang sama. "Hampir dua kali lebih banyak letusan terjadi di dekat waktu pasang maksimum (bulan purnama) daripada waktu pasang minimum."

Para peneliti dari Hawaiian Volcano Observatory telah menandai bahwa pola periode letusan kawah Pu'u 'O'o di Hawaii sangat dekat dengan waktu pasang maksimum sampai akhirnya berhenti meletus hingga beberapa hari, yakni pada 1990.

Walaupun ini merupakan korelasi yang menarik, tapi pada penelitian terhadap 52 letusan gunung di Hawaii sejak 1832 itu, secara statistik memang sedikit peluang letusan gunung berapi yang dipicu oleh bulan purnama yakni cuma 1 persen.

Dari total 3900 kali pasang maksimum bulan purnama, 3.850 di antara kejadian bulan purnama tidak berefek apa-apa. Sebab, bagaimanapun, bulan purnama hanya satu dari berbagai macam faktor terjadinya letusan gunung berapi.

Berikut ini adalah daftar letusan gunung berapi di Indonesia yang terkait dengan bulan purnama, diambil dari catatan blog Peneliti Utama Astronomi-Astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin. (hs)
Letusan Gunung
Tanggal Kejadian Bulan Baru/Purnama
Tambora (korban 92.000 orang) 10 – 12 April 1815
Bulan baru (10 April 1815)
Krakatau (korban 36.000 orang) 26-28 Agustus 1883
Bulan baru (1 September 1883)
Kelud (korban 10.000 orang) 19 Mei 1919 Purnama (15 Mei 1919)
Papandayan (korban 3000 orang) 12 Agustus 1772 Purnama, (13 Agustus 1772)

Selasa, 21 September 2010

Kisah Terkini tentang Burung-Dino dan Fakta Sesungguhnya HARUN YAHYA

Kisah Terkini tentang Burung-Dino dan Fakta Sesungguhnya

HARUN YAHYA



Beberapa waktu yang lalu media massa dunia memuat penemuan baru-baru ini tentang sekumpulan fosil di Cina sebagai bukti yang mendukung teori evolusi. Beijing's Institute of Vertebrate Paleontology and Paleoanthropology mengeluarkan pernyataan bahwa satu dari keenam fosil dalam kelompok tersebut adalah milik seekor "burung-dino bersayap empat" dan bahwa makhluk punah ini dapat terbang, atau setidaknya, bergelantungan di pepohonan. Media masa pendukung Darwinisme sekali lagi melakukan propagandanya habis-habisan meskipun teori ini sama sekali dan telah berulang kali dibuktikan keliru.

Nyatanya, sama sekali tidak terdapat bukti yang mendukung propaganda mereka. Sebab, tidak ada "burung-dino bersayap empat" (makhluk separuh burung separuh dinosaurus) atau data ilmiah apa pun yang mendukung teori evolusi burung dari dinosaurus.

Fosil baru: 20 juta tahun lebih muda dari Archaeopteryx

Hampir setiap orang yang tahu sedikit tentang paleontologi pernah mendengar Archaeopteryx. Penemuan Archaeopteryx termasuk yang paling terkenal. Makhluk ini adalah seekor burung yang hidup sekitar 150 juta tahun lalu. Archaeopteryx sangatlah penting karena termasuk burung tertua yang hingga kini pernah ditemukan. Tak seorang ilmuwan pun pernah menemukan fosil burung yang berusia lebih tua dari Archaeopteryx. 1

Hal penting lain tentang Archaeopteryx adalah ia tergolong seekor burung sejati, dengan semua ciri burung yang dimilikinya. Bulu-bulunya yang asimetris sama dengan burung-burung masa kini, termasuk bentuk sayapnya yang sempurna, rangka yang ringan dan berongga, tulang dada yang menyangga otot terbang, serta banyak ciri lainnya yang meyakinkan para ilmuwan bahwa Archaeopteryx adalah seekor burung sejati yang mampu terbang sempurna.2

Akan tetapi, dua ciri Archaeopteryx yang sangat membedakannya dari burung modern adalah sayapnya yang memiliki cakar, dan gigi pada paruhnya. Karena dua ciri inilah sejak abad kesembilan belas para evolusionis berupaya menampilkan burung ini sebagai "semi reptilia". Namun ciri-ciri ini sesungguhnya bukanlah bukti yang menunjukkan kaitan antara Archaeopteryx dan reptilia. Penelitian menunjukkan bahwa Hoatzin, spesies burung yang hingga kini masih hidup, juga memiliki cakar pada sayapnya ketika masih muda. Archaeopteryx bukan pula satu-satunya "burung bergigi", sebab spesies burung lainnya di masa lalu yang ada dalam catatan fosil juga memiliki gigi. 3

Jadi, sebagaimana dapat kita pahami, penjelasan para evolusionis bahwa Archaeopteryx adalah sejenis "burung primitif" sungguh keliru, dan para ilmuwan telah menerima bahwa makhluk ini terlihat sangat menyerupai burung masa kini. Profesor ahli ahli burung terkemuka di dunia asal Kansas University, Alan Feduccia, menyatakan, "Kebanyakan mereka yang baru-baru ini mempelajari sifat-sifat anatomis Archaeopteryx, mendapati makhluk tersebut lebih banyak menyerupai burung daripada yang pernah mereka sangka sebelumnya,". Propaganda para pendukung Darwinisme telah keliru, dan Feduccia juga telah menyatakan bahwa, hingga baru-baru ini, "kemiripan Archaeopteryx dengan dinosaurus theropoda terlalu dibesar-besarkan." 4

Singkatnya, Archaeopteryx adalah burung tertua yang memiliki ciri-ciri yang sama seperti pada burung-burung modern, termasuk dalam hal kemampuan terbangnya. Selain itu, Archaeopteryx berusia sekitar 150 juta tahun.


Permasalahan seputar usia fosil

Archaeopteryx memperlihatkan satu fakta kunci: Burung telah ada sejak 150 juta tahun lalu. Mereka telah mampu terbang. Jika para evolusionis ingin mengemukakan sejumlah "nenek moyang burung," maka makhluk-makhluk ini haruslah telah hidup sebelum 150 juta tahun lalu.

Satu fakta ini saja sudah cukup untuk menunjukkan bahwa pernyataan tentang "burung-dino bersayap empat" yang disebarluaskan ke seluruh dunia sangat tidak berdasar dan tidak benar. Sebab, fosil yang diketemukan di Cina dan dinamakan Microraptor gui ini – yang oleh para evolusionis dicobatampilkan sebagai "nenek moyang burung-burung primitif" – hanyalah berusia 130 juta tahun, dengan kata lain 20 juta tahun lebih mudah sama sekali dari burung yang diketahui paling tua. Jelas, sama sekali tidak masuk akal untuk menampilkan seekor burung "sebagai nenek moyang burung-burung primitif" ketika terdapat sejumlah burung yang telah terbang 20 juta tahun sebelum makhluk ini ada.

Sesungguhnya "permasalahan usia" ini ada pada semua fosil "burung-dino" yang diyakini sebagai nenek moyang burung. Para evolusionis yang percaya bahwa burung berasal dari dinosaurus menyatakan bahwa nenek moyang burung adalah dinosaurus theropoda yang berjalan di atas dua kaki. Akan tetapi dinosaurus theropoda muncul setelah Archaeopteryx dalam catatan fosil.5 Para evolusionis selalu berupaya menutupi kejanggalan yang nyata ini. Usaha yang sama untuk menyembunyikan fakta ini mudah sekali dilihat pada laporan berita tentang fosil Microraptor gui. Seluruh surat kabar dan majalah evolusionis mengumumkan secara luas bahwa fosil ini adalah "seekor burung primitif" berusia 130 juta tahun, tanpa merasa perlu menyebutkan bahwa Archaeopteryx dapat melayang di udara dengan sempurna sekitar 20 juta tahun sebelumnya.

Microraptor gui


Microraptor

Jadi, apakah makhluk yang dinamakan "dinosaurus bersayap empat" ini, dengan kata lain Microraptor gui?

Terlalu dini untuk menjawab pertanyaan ini. Banyak penelitian masih perlu dilakukan pada fosil ini, dan hasilnya mungkin secara mendasar akan merubah pandangan kini tentang fosil tersebut. Sama halnya, semua fosil "burung-dino" yang dikemukakan sejak awal tahun 1990-an semuanya diragukan keabsahannya. Salah satu dari "dinosaurus berbulu" tersebut, yakni Archaeoraptor, adalah fosil yang dipalsukan. Pengkajian mendalam pada fosil-fosil burung-dino lainnya menunjukkan bahwa "bulu-bulu" mereka ternyata serat-serat yang mengandung kolagen di bawah kulit.6 Dalam perkataan Profesor Feduccia, "Banyak dinosaurus telah ditampilkan sebagai makhluk yang tertutupi bulu-bulu yang berpola aerodinamis tanpa disertai bukti apa pun yang mendukungnya." 7 Dalam bukunya yang terbit tahun 1999, ia menulis, "Pada akhirnya, tak ada dinosaurus berbulu yang pernah ditemukan, meskipun banyak bangkai dinosaurus dengan kulit yang terawetkan dengan baik telah ditemukan di wilayah-wilayah yang beragam." 8

Begitulah, ketika mencari jawaban sesungguhnya tentang apa itu Microraptor gui, kita harus senantiasa ingat akan sikap para evolusionis yang penuh prasangka dan suka mereka-reka. Makhluk ini mungkin saja memiliki struktur anatomi yang sangat berbeda dengan gambar-gambar "rekonstruksi" yang muncul di media masa.

Hal ini juga telah ditengarai oleh Profesor Alan Feduccia. Dalam sebuah korespondensi baru-baru ini, ia menulis:

"Saya belum yakin bahwa makhluk tersebut bersayap empat; mungkin saja yang nampak oleh kita adalah bulu-bulu burung yang sebenarnya tidak pernah ada, dan ini sungguh sulit untuk ditafsirkan. Ciri-ciri yang menghubungkan hewan ini dengan dromaeosaurus juga sangat meragukan. Yang pasti, ekornya sangat berbeda dengan dromaeosaurus yang pernah diketahui, dan cakarnya tidak berbentuk melengkung, tapi hanya sedikit besar. Juga, bagian pubisnya lebih menyerupai burung. Mungkin kita tidak sedang menyaksikan dromaeosaurus yang dapat terbang, akan tetapi sisa-sisa dari unggas di masa awal… sekitar 20-30 juta tahun jauh sebelum Archaeopteryx." 9

Dan bahkan jika penafsiran tentang Microraptor gui terbukti benar, teori evolusi takkan mendapat pengukuhan apa pun dari hal ini. Sepanjang sejarah, puluhan juta spesies telah hidup dalam rentang spektrum biologis yang sangat lebar, dan banyak dari spesies ini telah punah seiring perjalanan masa. Sebagaimana mamalia terbang yang ada saat ini, seperti kelelawar, di zaman dahulu pun terdapat reptil-reptil bersayap (pterosaurus). Banyak beragam kelompok reptil laut (misalnya ichthyosaurus) hidup di masa lalu dan kemudian punah. Namun yang sungguh mengejutkan tentang spektrum yang lebar ini adalah hewan-hewan dengan ciri dan struktur anatomis berbeda muncul seketika dan dalam bentuk mereka yang telah lengkap sempurna, dan bukan sebagai turunan dari bentuk-bentuk nenek moyang yang lebih primitif. Misalnya, kita saksikan seluruh struktur kompleks burung muncul menjadi ada secara tiba-tiba pada Archaeopteryx. Tidak terdapat "burung-burung primitif" bersayap. Tidak ada "penerbangan primitif." Keyakinan tentang adanya paru-paru burung primitif juga sungguh tidak mungkin, sebab paru-paru unggas – yang sangat berbeda secara struktural dari paru-paru reptilia dan mamalia – memiliki struktur rumit yang tak tersederhanakan. 10

Singkatnya, catatan fosil terus saja memperlihatkan kesimpulan bahwa seluruh makhluk hidup muncul di bumi melalui penciptaan, dan bukan evolusi akibat pengaruh alamiah. Pernyataan terakhir tentang burung-dino ini takkan mampu merubah fakta yang ada.

1. Meskipun sebagian kalangan telah mengklaim bahwa fosil Protoavis berusia 225 juta tahun adalah "burung tertua", namun thesis ini tidak diterima secara luas.
2. Keterangan lebih lanjut, silahkan membaca buku karya Harun Yahya, Darwinism Refuted: How The Theory of Evolution Breaks Down in the Light of Modern Science, Goodword Books, 2003.
3. Misalnya, Liaoningornis berusia 130 juta tahun juga memiliki gigi pada paruhnya (Baca "Old Bird," Discover magazine, March 21, 1997)
4. Alan Feduccia, The Origin and Evolution of Birds, Yale University Press, 1999, hal. 81.
5. Jonathan Wells, Icons of Evolution, Regnery Publishing, 2000, hal. 117.
6. Ann Gibbons, "Plucking th e Feathered Dinosaur," Science, vol. 278, Number 5341 (Nov. 14, 1997), hal. 1,229-30
7. Feduccia (1999), hal. 130.
8. Feduccia (1999), hal. 132.
9. Petikan ini diambil dari korespondensi baru-baru ini antara editor situs kami dengan Prof. Feduccia. Kami sangat berterima kasih atas bantuannya.
10. Michael Denton, A Theory in Crisis, Adler & Adler, 1986, hal. 210-212

Selasa, 17 Juni 2008

SAHABAT

sahabat.......
adalah orang yang terdekat dengan kita,
tapi,perlu diingat!!!!!
Persahabatan memerlukan pengorbanan,
pengorbanan untuk dilupakan ketika ia telah mendapatkan kehangatan cinta dari orang lain.



Surabaya,17 June 2K8




Arif_RH

what in here?????????

  • SOERABAJA - Sejarah Kota Surabaya Kota Lama Nama Surabaya muncul sejak awal pertumbuhan kerajaan Majapahit. Nama Surabaya diambil dari simbol ikan Sura dan Buaya. S...
    12 tahun yang lalu